MusiEkspress.Com | JSCgroupmedia ~ Lagi-lagi, hak dasar untuk memperoleh pendidikan yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya dalam Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, direnggut oleh permasalahan yang tidak semestinya terjadi.
Kali ini, para pelajar di SD Negeri 2 Berkat dan SMP Negeri 3 SP Padang, yang berlokasi di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, harus merasakan dampak dari sengketa tanah yang mengancam kelangsungan aktivitas belajar mengajar.
Gedung-gedung sekolah yang selama ini menjadi tempat bagi puluhan pelajar untuk menimba ilmu, tiba-tiba disegel oleh oknum yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah berdasarkan sertifikat yang mereka pegang.
Penyegelan yang dilakukan secara sepihak itu membuat para siswa dan siswi yang sudah bersiap melaksanakan kegiatan belajar terpaksa pulang dan menanggalkan harapan mereka untuk mengikuti pelajaran.
Kondisi Memanas: Aksi Wali Murid dan Proses Hukum yang Belum Jelas
Keputusan untuk menyegel sekolah ini rupanya memicu aksi dari warga, khususnya wali murid yang tidak terima hak pendidikan anak-anak mereka terhambat.
Dalam sebuah video berdurasi 1 menit 9 detik yang beredar, sejumlah ibu-ibu terlihat dengan gigih berusaha membuka gembok yang mengunci pagar sekolah.
Mereka mengergaji gembok dan menggoyangkan pagar dengan harapan anak-anak bisa kembali bersekolah. Aksi ini, meski dilakukan dengan tujuan baik, menandakan betapa putus asanya masyarakat yang berjuang mempertahankan akses pendidikan bagi anak-anak mereka.
Dalam video lain berdurasi 1 menit 2 detik, tampak jelas sebuah papan pemberitahuan yang dipasang di depan pagar sekolah, berisi tulisan:
“Tanah ini dalam keadaan sengketa dan proses hukum. Dilarang masuk, merusak atau melakukan kegiatan di atas tanah milik H Darsono. Melanggar himbauan di atas akan dikenakan pasal 551 KUHP (Memasuki pekarangan tanpa izin) dan pasal 406 KUHP (Tentang pengrusakan). Rumah hukum Thabrani dan Partners.”
Peringatan tersebut menunjukkan ketegangan hukum yang semakin dalam, di tengah kenyataan bahwa hak anak-anak untuk belajar kini terancam.
Klaim Tanah yang Bertentangan: Sejarah Ganti Rugi yang Tak Diakui
Salah satu tokoh masyarakat Desa Bungin Tinggi, Ibrahim (70), yang juga terlihat dalam video tersebut, menjelaskan bahwa tanah tempat berdirinya sekolah ini telah melalui proses ganti rugi oleh masyarakat pada tahun 1977, yang juga diikuti dengan proses Penyandingan.
Namun, pemilik tanah yang baru, yang mengklaim memiliki sertifikat tanah tahun 1982, justru menganggap ganti rugi yang dilakukan pada tahun 1977 tidak berlaku.
“Kalau memang ganti rugi tanah tersebut tidak dianggap berlaku, kenapa pembangunan sekolah ini tidak dihentikan sejak saat itu?” tegas Ibrahim.
Pernyataan ini mengungkapkan adanya ketidakjelasan dalam administrasi dan penyelesaian sengketa tanah yang seharusnya sudah diselesaikan puluhan tahun yang lalu.
Ketidakpastian hukum ini telah mengarah pada terhambatnya hak pendidikan bagi anak-anak di wilayah tersebut.
Reaksi Pemerintah Desa dan Camat : Upaya Pembukaan Segel
Menanggapi permasalahan tersebut, Kepala Desa Bungin Tinggi, Yohanes, ketika dikonfirmasi oleh awak media, membenarkan bahwa memang terjadi penyegelan pada dua sekolah tersebut.
Yohanes menjelaskan bahwa pada pagi hari kejadian, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polsek SP Padang untuk membuka segel dan memastikan proses belajar mengajar dapat dilanjutkan.
“Alhamdulillah, anak-anak tadi pagi bisa melanjutkan proses belajar mereka karena ada jadwal ulangan yang harus tetap dilakukan,” ujar Yohanes.
Meski masalah belum tuntas, pemerintah desa berhasil memastikan bahwa hari itu pelajaran bisa berjalan seperti biasa.
Sementara itu, Camat SP Padang, Indra Husin, mengonfirmasi bahwa pihak kecamatan sedang membahas masalah ini di ruang rapat Bende Seguguk Pemda OKI.
“Kami sedang mencari solusi terbaik agar pendidikan di wilayah kami tetap berjalan tanpa hambatan. Saat ini, kami sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan sengketa tanah ini,” jelas Indra.
Sengketa Tanah dan Pendidikan : Sebuah Tantangan Hukum dan Sosial
Kasus ini memunculkan banyak pertanyaan terkait penyelesaian sengketa tanah yang berlarut-larut, serta dampaknya terhadap hak-hak dasar warga negara, khususnya hak atas pendidikan.
Padahal, dalam banyak kasus, pendidikan adalah fondasi utama yang memungkinkan seseorang untuk keluar dari kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup.
Penyegelan sekolah yang terjadi di Kabupaten OKI ini menunjukkan bagaimana ketidakpastian hukum bisa langsung berhubungan dengan ketidakpastian masa depan generasi muda.
Selain itu, ini juga menegaskan bahwa ada gap yang signifikan dalam penyelesaian masalah pertanahan di Indonesia, yang kerap kali menciptakan ketegangan antara masyarakat, pemerintah, dan pihak yang mengklaim kepemilikan tanah.
Sebagai negara yang menjamin hak atas pendidikan dalam konstitusi, permasalahan ini harus menjadi perhatian serius.
Tidak hanya bagi pemerintah daerah, tetapi juga bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penataan dan pengelolaan lahan, agar hal serupa tidak terulang kembali di masa depan.
Bagaimana pun, hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan harus tetap dilindungi, tidak terhalang oleh sengketa atau klaim sepihak yang menghambat masa depan mereka. | MusiEkspress.Com | */Redaksi | *** |


1 Comment
oke